Pembuatan Topo

PEMBUATAN TOPO

Topo adalah gambar atau sket jalur yang berhasil dipanjat. Sket ini dilengkapi dengan data sebagai berikut :
1.       Nama jalur
2.       Lokasi
3.       Jenis batuan tebing
4.       Tinggi tebing
5.       Sistem pemanjatan
6.       Teknik pemanjatan
7.       Waktu pemanjatan
8.       Tingkat kesulitan (grade)
9.       Data peralatan yang digunakan
10.    Daftar pemanjat
Jenis Pembuatan Jalur
Secara umum ada dua aliran teknik pembuatan jalur yang dewasa ini dapat dianut yaitu aliran tradisional dan aliran modern. Perlu diingat, tulisan ini membahas teknik pembuatan jalur untuk diselesaikan secara free climbing.
Pembuatan jalur secara tradisional pada prinsipnya adalah membuat jalur sambil memanjat. Teknik ini cenderung bernilai petualang, karena lintasan yang akan digunakan sama sekali baru, tanpa pengaman, tanpa dicoba lebih dahulu, dan pemanjat langsung membuat jalur tersebut dari bawah sampai puncak.
Sementara itu ada dua cara yang banyak dilakukan dalam teknik pemanjatan modern.
·         Cara 1 adalah dengan teknik tali tetap (fixed rope technic). Pada teknik ini, pembuatan jalur dapat dilakukan dengan rapelling (rap bolting) atau ascending pada tali tetap (fixed rope) yang telah terpasang. Langkah selanjutnya adalah perencanaan arah jalur dan pemasangan pengaman tetap (bor).
·         Cara 2 mirip dengan cara 1, tetapi tidak dengan tali tetap melainkan dengan menggunakan top rope. Kelebihan cara ini, pembuat jalur dapat melakukan pembuatan arah jalur. Dapat direncanakan arah jalur dan penempatan pengaman lebih persisi karena gerakan pemanjat dapat diketahui terlebih dahulu.
Hal penting untuk diperhatikan dalam dua teknik ini adalah pembuat jalur harus memperhatikan dan mencapai titik akhir sebagai tempat penambatan tali tetap atau top rope. Titik akhir jalur dapat dicapai dengan banyak cara, diantaranya dengan melewati jalan setapak atau lewat jalur lain yang telah ada  bila titik jalur mustahil dicapai karena masih ada lagi yaitu dengan pemanjatan artifisial. Setelah pembuatan jalur tuntas secara artifisial, pembuat jalur dapat membatasi atau mengurangi jumlah pengaman (hanger) untuk dipanjat secara free climbing.
Teori Evakuasi
Cedera atau kecelakaan pada kegiatan panjat tebing sudah sering terjadi, dan hal tersebut sudah merupakan resiko bagi penggemar kegiatan yang penuh resiko dan tantangan ini. Bahkan bukan itu saja, kematian akibat kecelakaan ketika melakukan pemanjatan dapat saja terjadi.
Akibat buruk lainnya  adalah patah tulang atauretak tulang ketika jatuh dalam melakukan kegiatan. Dari kasus semacam inilah, sebagai pemanjat dituntut untuk sedikit banyak mengetahui teknik evakuasi.
Ada tiga cara mengevakuasi korban pada kasus kecelakaan kegiatan panjat tebing :
1.       Korban diturunkan (lowering)
2.       Korban dinaikkan (raising)
3.       Korban diseberangkan (suspension)
Keputusan untuk mengambil salah satu cara yang dilakukan harus cermat dalam pemilihannya. Sebelum dievakuasi, sebaiknya diketahui stadium korban, jika sudah diketahui kemudian dilakukan pertolongan pertama (First Aid). Selanjutnya pertimbangkan lagi cara yang diambil, apakah korban dievakuasi dengan jalan dinaikkan, diturunkan atau diseberangkan di tebing sebelahnya.
Pertolongan sangat mutlak untuk dilakukan, pernah ada kasus di tebing Dolomite – Italy, seorang pemanjat jatuh, saat itu tali utama dililitkan ke perut. Ketika tali utama jatuh, tali yang dililitkan bergeser ke bagian atas badan kemudian menghantam bagian tulang rusuk sampai patah, ketika dievakuasi tidak diketahui sejauh mana tulang rusuknya patah, sehingga main pangku begitu saja. Akibatnya sangat fatal, tulang rusuk yang patah menusuk paru-paru dan akhirnya pemanjat itu meninggal.
Di Indonesia ada beberapa peristiwa yang pernah terjadi sehingga dibutuhkan ketrampilan panjat tebing. Pada tahun 1982, ketika dua orang mengalami kecelakaan di tebing sekitar Maribaya Kabupaten Bandung, yang satu retak pergelangan lutut, dan yang satu lagi retak bagian kepala akibat tertimpa batu, kejadiannya pada ketinggian 110 m dari dasar tebing yang berupa sungai, akhirnya korban dinaikkan. Kemudian tahun 1988, di tebing Parang, Purwakarta, dari dua orang pemanjat salah satunya jatuh hampir sepanjang tali (45 m), akibatnya mengalami patah tulang bahu dan jari tangan, kejadiannya pada ketinggian 300 m dari dasar tebing, korban selanjutnya diturunkan.
Pada tahun 1989, satu tim sedang melakukan pembuatan jalur baru di tebing Unta (Kalimantan Barat), salah seorang jatuh bebas dari tali utama dan tersangkut pada teras batu pada ketinggian 415 m dari dasar, meninggal, tetapi sulit untuk dievakuasi, akhirnya didatangkan satu tim panjat tebing dan korban diturunkan setelah tersangkut selama dua hari.
Agar tidak terjadi masalah baru dalam menangani kasus yang terjadi di tebing, jika tidak merasa mampu sebaiknya jangan melakukan evakuasi. Tetapi ada baiknya minta pertolongan pada orang lain yang dianggap mampu.
Dalam pendakian tentu saja harus diperhatikan faktor-faktor yang dapat membawa kita pada keselamatan, diantaranya :
1.       Mengambil keputusan yang sifatnya untung-untungan, perhitungkan semua resiko yang dapat terjadi pada diri anda.
2.       Melakukan pemanjatan tanpa dilengkapi peralatan pengaman apapun.
3.       Berada di tempat-tempat yang tinggi atau puncak di waktu hujan atau akan turun hujan.
4.       Menjatuhkan batu atau benda-benda dari atas, jika di bawah masih ada orang. Dalam keadaan terpaksa beri tanda dengan teriakan serta keterangan kemana arah jatuh batu/benda tersebut.
5.       Memanjat (prussiking) tali utama yang menjuntai, disebabkan tersangkut oleh sesuatu hal.
Panjat Tebing Es (Snow &  Ice  Climbing)
Pada pendakian gunung yang sangat tinggi, sering kita jumpai medan-medan yang tertutup es maupun salju. Untuk itu diperlukan alat-alat dan teknik-teknik khusus dalam penjelajahannya.
PERALATAN
Ice Axe/Kapak Es, Digunakan sebagai :
·         Tongkat untuk berjalan
·         Alat bantu pada tebing-tebing es terjal
·         Untuk belay
·         Berfungsi sebagai rem
Ice Screws, Yaitu sebagai pasak yang dipakai dalam pendakian gunung bersalju, berfungsi sama dengan piton dan paku bor, pada rock climbing.
Crampons, Suatu alat yang berbentuk frame dengan paku-paku yang dapat dipasang pada sepatu pendaki, gunanya untuk berjalan pada medan bersalju yang menurun (snow slope) maupun yang terjal.

Self Arrest

Teknik untuk dapat berhenti dengan cepat waktu tergelincir, yaitu dengan memanfaatkan bermacam-macam posisi yang menguntungkan disertai dengan bantuan Ice Axe sebagai rem.

Single Axe Technique

 
Teknik memanjat tebing bersalju yang curam dengan memanfaatkan Ice Axe dan Crampons.
Pada medan bersalju yang terjal, pendakian “rope climbing” juga sering digunakan, dengan Ice Screw dan Ice Piton sebagai runner. Perjalanan dilakukan secara serentak/bersama-sama dan berurutan, jarak antar pendaki lebih kurang 20 kaki dan dihubungkan dengan tali, sisa tali dililitkan ke tubuh. Bila salah seorang pendaki tergelincir, yang lain akan membelay, dengan memanfaatkan Ice Axe sebagai rem.
Lembaga Induk Panjat Tebing Di Indonesia
Federasi Panjat Tebing Indonesia (FPTI) adalah lembaga induk seluruh organisasi yang bergerak dalam bidang panjat tebing di Indonesia. FPTI bernaung di bawah pembinaan Komite Olah Raga Nasional Indonesia (KONI) dan berafiliasi kepada UIAA (Union Internationale des Associations d'Alpinisme) sebagai organisasi payung bagi kegiatan panjat tebing di seluruh dunia. Olah raga panjat tebing sendiri dewasa ini telah menjadi cabang resmi di Olimpiade dan di Indonesia telah pula menjadi cabang olah raga resmi yang dipertandingkan dalam Pekan Olah Raga Nasional (PON). 
FPTI saat ini secara rutin menyelenggarakan kompetisi reguler baik ditingkat nasional maupun lokal / daerah untuk memenuhi kualifikasi cabang olah raga resmi PON. Setiap peserta / atlit yang rutin mengikuti jadwal kompetisi dan berhasil menjuarai akan dimasukkan ke dalam daftar peringkat lokal dan nasional. Atlit yang telah mendapat peringkat kompetisi kemudian akan diarahkan untuk mengikuti TC (training center) baik untuk kepentingan daerah, nasional maupun internasional. 
Hingga saat ini FPTI telah menyelenggarakan kejuaraan tingkat dunia yang merupakan salah satu seri dari rangkaian kompetisi internasional yang menjadi jadwal UIAA. Hasil dari kejuaraan ini sangat menggembirakan karena atlit-atlit nasional putra dan putri Indonesia mampu menjadi juara. Dengan demikian peluang Indonesia untuk mengikuti seri kompetisi internasional maupun olimpiade akan semakin besar.  
http://salamannennungeng.blogspot.com/2012/08/panjat-tebing.html

1 komentar: